Komposisi kata yang unik sekaligus berkesinambungan. Antara aku, dakwah, dan tarbiyah. Melihat judulnya menurutku ini mungkin lebih bisa dikatakan ssebuah narasi daripada artikel. Dimulai dari seorang aku, Elyda Rohmah, dengan segala apa yang ada pada diriku. Dengan rasa penasaran, keingintahuan, optimisme, dan masih banyak lagi. Hingga kemudian Alloh mengantarkanku sampai hari ini.
Potongan-potongan episode ini ternyata memang indah. Ketika dulu hanya seakan puzzle yang acak dan membingungkan tanpa arah, hari ini semua terlihat begitu jelas, tampak semakin nyata. Untuk kesekian kalinya, dan untuk selamanya aku mengakui bahwa rahasiaNya begitu indah. Bahwa janjiNya adalah pasti. Aku tidak tahu secara persis sejak kapan potongan episode ini bermula. Namun ketika aku flash back dari memori beberapa tahun lalu, ketika SMP tepatnya, aku semakin belajar untuk mensyukuri hidupku ini. Dari seorang yang sangat polos, anak rumahan, kemana-mana menurut keluarga, dan memang ada untungnya. Sebagai adik yang sangat penurut kepada kakak sulungnya, aku selalu berusaha mengikuti apa kebiasaan, hobi, ketertarikan, dsb dari kakakku. Salah satunya adalah tentang hidup dengan buku. Ya, aku pun sekarang mengakuinya, bahwa buku adalah jendela dunia. Mengantarkanku pada dunia yang begitu istimewa ini. Alhamdulillah, Alloh mengaruniakan kepadaku ketertarikan membaca buku dan kemampuan membaca sejak kecil. Ternyata kalau aku ingat-ingat kembali, sejak TK-pun aku sudah mengenalnya dengan indah. Islam. Ya, agama yang akan terus melekat pada diriku. Berawal dari kisah-kisah Islami yang diceritakan oleh guruku di TK, dongeng-dongeng Islami pula yang mengantarkan tidurku oleh kakakku, kemudian seorang mbak-mbak salaf tetanggaku yang senang sekali mengajakku ke perpustakaan daerah, hobiku membaca Al-Qur’an terjemah yang seakan-akan buku cerita supertebal kala itu, dan panjang….sekali hingga buku pertamaku yang aku pilih sendiri untuk pertama kalinya. Dan ternyata begitu jelas dari sejak hari itu. Dari sana aku mulai tahu, kenapa aku harus memakai jilbab, kenapa tidak boleh pacaran, bahwa ada suatu saat aku harus berbagi akan sebuah ilmu, ada waktunya nanti aku harus saling menjaga dengan kawan-kawanku yang di buku tersebut mereka menyebutnya saudara. Pun kata-kata unik tarbiyah, liqo, murobbi, dakwah…
Kemudian di hari itu. Ketika aku mengenal istilah dakwah secara nyata. Ternyata dakwah tidak hanya eksklusif dilakukan oleh orang yang bertitel “ustad/ dzah” maupun “ulama” dari masyarakat. Pun, aku seorang Elyda ini bisa saja melakukannya dimanapun kapanpun. Bergerak mulai mantap di awal dengan sarana organisasi rohis di SMA. Dimulai dari memahami kata amanah, bahwa dakwah akan kokoh berjalan jika kita lakukan bersama-sama dan urgensi dakwah oleh orang-orang seusia kita. Konsep dakwah yang paling aku rasakan adalah konsep berbagi. Ilmu sedikit yang kita punyai kita bagikan untuk menggerakkan hati orang-orang di sekitar kita, serta saling menasehati dalam kebaikan. Semua berproses panjang dan tidak mudah. Ketika aku pun belajar mengenai pertentangan disana sini, strategi, berbagai jenis apalah…yang bahkan nyaris menyatu dengan orang-orang liberal. Hingga akhirnya konsep tarbiyah itu menjagaku. Menguatkanku, mengupgrade, dan membuka pintu-pintu rahasia tujuan hidupku. Jalan ini yang membuatku merasa sangat lebih beruntung daripada orang-orang yang belum pernah mencicipinya. Jalan ini pula yang aku harap untuk terus mendekatkan Dia di hatiku. Karena hati, apabila baik, maka baik semuanya, begitu pula sebaliknya. Walaupun prosesnya panjang, terkadang melelahkan dan menyakitkan, tapi sepertinya akan berujung manis. Bukankah obat yang pahit adalah obat yang terbaik untuk kesembuhan orang sakit? Astaghfirullah.
Potongan-potongan episode ini ternyata memang indah. Ketika dulu hanya seakan puzzle yang acak dan membingungkan tanpa arah, hari ini semua terlihat begitu jelas, tampak semakin nyata. Untuk kesekian kalinya, dan untuk selamanya aku mengakui bahwa rahasiaNya begitu indah. Bahwa janjiNya adalah pasti. Aku tidak tahu secara persis sejak kapan potongan episode ini bermula. Namun ketika aku flash back dari memori beberapa tahun lalu, ketika SMP tepatnya, aku semakin belajar untuk mensyukuri hidupku ini. Dari seorang yang sangat polos, anak rumahan, kemana-mana menurut keluarga, dan memang ada untungnya. Sebagai adik yang sangat penurut kepada kakak sulungnya, aku selalu berusaha mengikuti apa kebiasaan, hobi, ketertarikan, dsb dari kakakku. Salah satunya adalah tentang hidup dengan buku. Ya, aku pun sekarang mengakuinya, bahwa buku adalah jendela dunia. Mengantarkanku pada dunia yang begitu istimewa ini. Alhamdulillah, Alloh mengaruniakan kepadaku ketertarikan membaca buku dan kemampuan membaca sejak kecil. Ternyata kalau aku ingat-ingat kembali, sejak TK-pun aku sudah mengenalnya dengan indah. Islam. Ya, agama yang akan terus melekat pada diriku. Berawal dari kisah-kisah Islami yang diceritakan oleh guruku di TK, dongeng-dongeng Islami pula yang mengantarkan tidurku oleh kakakku, kemudian seorang mbak-mbak salaf tetanggaku yang senang sekali mengajakku ke perpustakaan daerah, hobiku membaca Al-Qur’an terjemah yang seakan-akan buku cerita supertebal kala itu, dan panjang….sekali hingga buku pertamaku yang aku pilih sendiri untuk pertama kalinya. Dan ternyata begitu jelas dari sejak hari itu. Dari sana aku mulai tahu, kenapa aku harus memakai jilbab, kenapa tidak boleh pacaran, bahwa ada suatu saat aku harus berbagi akan sebuah ilmu, ada waktunya nanti aku harus saling menjaga dengan kawan-kawanku yang di buku tersebut mereka menyebutnya saudara. Pun kata-kata unik tarbiyah, liqo, murobbi, dakwah…
Kemudian di hari itu. Ketika aku mengenal istilah dakwah secara nyata. Ternyata dakwah tidak hanya eksklusif dilakukan oleh orang yang bertitel “ustad/ dzah” maupun “ulama” dari masyarakat. Pun, aku seorang Elyda ini bisa saja melakukannya dimanapun kapanpun. Bergerak mulai mantap di awal dengan sarana organisasi rohis di SMA. Dimulai dari memahami kata amanah, bahwa dakwah akan kokoh berjalan jika kita lakukan bersama-sama dan urgensi dakwah oleh orang-orang seusia kita. Konsep dakwah yang paling aku rasakan adalah konsep berbagi. Ilmu sedikit yang kita punyai kita bagikan untuk menggerakkan hati orang-orang di sekitar kita, serta saling menasehati dalam kebaikan. Semua berproses panjang dan tidak mudah. Ketika aku pun belajar mengenai pertentangan disana sini, strategi, berbagai jenis apalah…yang bahkan nyaris menyatu dengan orang-orang liberal. Hingga akhirnya konsep tarbiyah itu menjagaku. Menguatkanku, mengupgrade, dan membuka pintu-pintu rahasia tujuan hidupku. Jalan ini yang membuatku merasa sangat lebih beruntung daripada orang-orang yang belum pernah mencicipinya. Jalan ini pula yang aku harap untuk terus mendekatkan Dia di hatiku. Karena hati, apabila baik, maka baik semuanya, begitu pula sebaliknya. Walaupun prosesnya panjang, terkadang melelahkan dan menyakitkan, tapi sepertinya akan berujung manis. Bukankah obat yang pahit adalah obat yang terbaik untuk kesembuhan orang sakit? Astaghfirullah.
No comments:
Post a Comment