Berbicara mengenai hunting maba. Rasanya membuat saya
terlempar jauhh..beberapa tahun yang lalu. Bukan sekedar 3 tahun lalu, dimana
saya pertama kali masuk di bangku kuliah. Tapi lebih jauh dari itu, lima tahun
lalu ketika pertama kalinya saya ikut hunting. Ya, sejak saya masih kelas XI di
SMA. Karena memang program dari panitia khusus penyambutan siswa baru dulunya.
Perasaan pertama rasanya deg-degan banget. Maklum, saya orangnya agak takut dan
malu kalau mengajak ngobrol orang yang baru, juga suka nervous ketemu orang
yang jarang berkomunikasi. Tapi memang sudah tanggung jawab ketika itu,
yasudahlah dijalani saja. Berniat dalam hati, hanya untuk kebaikan, bismillah!
Dan itulah awal mula saya mengenal hunting maba. Kalau
didengar, sebenarnya agak serem istilahnya ya. Hunting maba. Emang maba itu
apaan, dihunting? Habis itu diapain? Mau dibikin sate? Gule? Atau sup? Haha.
Pikiran konyol saya saja sih. Yupp back to topic deh. Hunting maba, ya karena dalam seharian full shift kita nanti,
kita layaknya menguber-nguber maba yang baru verifikasi. Tapi nguber-nguber
kita disini beda sama paparazzi, guys. Tapi, disini kita layaknya sales, sales
yang menawarkan pelayanan. Free, gag bayar pajak pula. Hehe
Dari mulai pagi-pagi sekali, kita sudah prepare on the spot,
alias di stand kita. Prepare tempat, dirapiin, ditata, dipermanis.
Amunisi-amunisi disiapkan. Kemudian kita mulai dengan briefing. Buat apa? Nah,
di briefing ini nanti, sang korlap bakal memberikan taujih, penjelasan fix job
masing-masing, sekaligus memberikan update spot-spot hunting yang legal. And
then..jeng jeng! Hunting mulai guys.
Hal utama yang harus kita tekankan sebagai hunter maba
yaitu…kita adalah seorang da’i.
Titik. Ketika itu sudah kita tanmkan dalam hati dengan mantap, insya Allah kita
bisa menjalani hunting dengan lancar. Kenapa da’i? Ya, karena seorang da’I,
kata yang keluar dari mulutnya adalah dakwah. Ada seorang yang pernah berkata
bahwa, sebaik-baik perkataan adalah dakwah, yaitu mengajak kepada kebaikan,
dimanapun, kapanpun. Itu poin utama. Poin berikutnya yang harus kita pahami
adalah dakwah fardiyah. Yaitu dakwah
secara orang per seorangan, karena akan lebih mengena dengan memahami objek
dakwah kita nanti. Inget, tadi udah disinggung dikit di atas, bahwa kita ini
layaknya seorang sales. Mengetuk satu pintu ke pintu yang lain. Mengetuk satu
hati dan hati yang lain. Poin ketiga yaitu pelayanan
(khidami). Seorang da’I itu, adalah pelayan umat.
Pelayan? Maksudnya, kuk seperti sedikit merendahkan? Bukan,
tentu saja. Malah, kita ini mulia lho, insya Allah. Tahu orang-orang yang duduk
di pemerintahan sana? Mereka adalah orang yang terpandang ketika kita melihat
dari sisi positif. Dan mereka adalah pelayan masyarakat. Sama, kan? Sungguh,
tangan yang di atas itu lebih baik daripada tangan yang di bawah. Memberi lebih
baik daripada diberi. Melayani dengan
sepenuh hati, dengan senyum yang cerah pula, yang menentramkan hati yang
melihat. Apapun yang kita bisa bantu terkait dengan hari-hari di verifikasi
ini, ya kita berusaha bantu. Info, maupun transport terdekat mungkin. Ingat
senyum dan luruskan niat, guys!
Ingat..yang akan kita ketuk adalah hati-hati mereka. Dengan
senyum kita, salam kita, adalah modal awal memikat hati. Kata-kata yang tulus
yang memberikan kebaikan akan menenangkan. Jangan lupa untuk ta’aruf, saling
mengenal adalah proses awalnya.
Rasulullah SAW bersabda,
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, kalian tidak
akan masuk surga hingga beriman, dan kalian tidak beriman hingga kalian saling
mencintai. Maukah kalian saya tunjukkan suatu amal yang bila dikerjakan maka
kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kalian!"
Mengucapkan salam itu sunnah, sedangkan menjawabnya adalah
fardhu’ain.
“Apabila kalian dihormati dengan satu penghormatan, maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah (dengan yang
serupa)”, (QS An-Nisaa:86)
Belajar sedikit basa-basi pun perlu. So, let’s going hunt!
:D
No comments:
Post a Comment